Kepemimpinan Cettar Colaborative Gubernur Jawa Timur Menuju “The Optimum Result” (Part I)

“Keberhasilan pelaksanaan fungsi pemerintahan di Jawa Timur ditentukan oleh performance birokrasi yang baik. kolaborasi antar stakeholder organisasi pemerintahan (OPD) menjadi key performance, maka disinilah peran penting Kepemimpinan Cettar-Kolaborative Gubernur Jawa Timur yang dibangun dalam koridor Performance Best Communicator Transformer”

M.Mas’ud Said

(Ketua Pusat Studi Jawa Timur sekaligus Dewan Pakar Pemerintah Provinsi Jawa Timur)

 

The Global Economy, Government Effectiveness, di tahun 2019 merilis Indonesia berada di ranking 73 dari 193 Negara, posisi ini masih berada dibawah rata-rata Negara Asean. Sedangkan di tahun 2020, United Nation and Government Survey, merilis pemerinngkatan Indonesia berada dirangking 88 dari 193 Negara dan berada dibawah rata-rata Negara Asean. Selain data pemeringkatan dunia terhadap performance birokrasi di Indonesia, berikutnya bagaimana persepsi publik terhadap performance birokratik terutama Non-state Perception, Public Perception, Un Documented, disimpulkan bahwa persepsi umum masyarakat terhadap birokrasi variatif, ada kritik, sehingga muncul patologi. Dari aspek persepsi public, Institusi Kajian Reformasi Birokrasi mempersepsikan adanya “In Efisien APBD”, ASN tidak qualified. struktur tidak profesionallitas, dan pelayanan publik lemah (Hanya 5% dari 4,5 juta ASN yang bertipe sangat bagus).

Dari simulasi model snap shot diatas, evaluasi umum performance birokrasi dapat diidentifikasi melalui kajian isu-isu strategis jangka panjang dalam rangka mengembangkan rancangan performance birokrasi dimasa depan, antara lain: pertama, Reformasi struktur; kedua, reformasi kultur kerja; ketiga, evaluasi aparatur (ASN) terutama sektor agrarian, keempat; reformasi system capaian; kelima, reformasi peraturan dan standarisasi. Kelima isu strategis tersebut harus mengacu pada Governance Indicators: (1) Voice and Accountability, indicator pertama ini memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, jika government effectiveness dilaksanakan dengan baik (2) Plotitical Stability and absence of violent, menciptakan stabilitas politik, dalam arti membuat dan merencanakan program kerja dengan proses buttom up melalui saluran aspirasi masyarakat dan sedapat mungkin merencanakan serta mengimplementasikan program kerja dengan memimimkan konflik  (3) government Effectivennes, mengalokasikan anggaran yang ada di level manapun dengan tepat atau sesuai dengan kebutuhan rencana yang ditetapkan (effectiveness) (4) Regulatory Quality (5) Rule of law, peran birokrasi dalam menentukan kebijakan manajerial, atau dalam kebijakan publik dengan memberikan sejumlah informasi lengkap kepada lembaga esekutif (6) Control of  corruption, pimpinan birokrasi berusaha untuk menjadi leader dalam menggunakan anggaran secara jujur, sehingga bisa mengontrol tingkat korupsi (control of corruption)

Kaufman, Kraay, dan Zoido-Lobatón, dalam penelitiaanya dengan judul Agregating Governance Indicators, World Bank Report, Washington DC, USA, menggunakan indikator diatas sebagai alat ukur dan menyimpulkan bahwa terdapat hubungan langsung antara good governance, stable government, dan kondisi sosial-ekonomi. Riset tersebut dilakukan terhadap lebih dari 150 negara. Dari berbagai indikator di atas, diperoleh ukuran yang disebut Worldwide Governance Indicators (WGI) yang dapat memberikan gambaran perbandingan antar negara dalam mengelola pemerintahannya. Berdasarkan riset tersebut, dapat dilihat perkembangan good governance Indonesia dengan enam indikator utama yakni: control of corruption, political stability and absence of violence, voice accountability, rule of law, regulatory quality dan government effectiveness sebagai gambaran perkembangan good governance Indonesia.

Untuk menjawab isu-isu strategis diatas, penulis merumuskan beberapa rancangan yang bias diproyeksikan dalam agenda kepemimpinan Cettar-Colaborative Gubernur Jawa timur melalui Driving for Results, yaitu strategi kerja agar fokusnya ke pencapaian optimum. Bebrapa elemen pokok dalam Driving for Results adalah: Consistenly maintaining high level of; productivity, constant stamina, continuous effectiveness, high level of productivity. Maka, output yang dari Driving for Results adalah menjadikan provinsi Jawa Timur sebagai The East Java Number One Culture dengan target utamanya (target programatic); visi dan misi Jawa Timur tercapai, pembangunan berkelanjutan, produktif, dan transformasi inovative governance. 

  Performance birokrasi merupakan sebuah cerminan keberhasilan atau kegagalan pemerintah dalam merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan yang di tetapkan.